Written
by Saifullah Misyar
Sunday, 04 March 2012 04:00
Abdurrahman
“Addakhil”, adalah nama lengkap Gus Dur pada waktu masih kecil. Secara
leksikal, Addakhil berarti “Sang Penakluk”, nama ini di ambil dari seorang
perintis Dinasti Umayyah yang menancapkan tonggak kejayaan Islam di Spanyol
oleh ayahnya. Belakangan kata Addakhil tak cukup dikenal dan diganti nama
Wahid, Abdurrahman Wahid, dan kemudian lebih dikenal dengan Gus Dur. “Gus”
adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada anak kiai yang berarti “mas”.
Abdurrahman Wahid yang lebih akrab
dipanggil Gus Dur adalah presiden RI ke-4 , Gus Dur mulai menjabat menjadi
presiden pada 20 Oktober 1999 hingga 24 Juli 2001. Beliau dilahirkan di desa Denanyar, Jombang di rumah
Pesantren milik kakeknya dari pihak ibu. KH. Bisri Syansuri. Tanggal
4 Agustus 1940 adalah hari kelahiran beliau, walau ada yang berbeda pendapat
dalam hal ini, sebagian lain menyatakan gus dur lahir tanggal 4 bulan 8 menurut
kalender islam, jadi gus dur dilahirkan tanggal 7 september 1940. Namun tanggal
4 Agustus adalah Ultah yang biasa dirayakan oleh keluarga beliau.
Gus Dur adalah putra pertama dari enam
bersaudara. Ayahnya bernama KH. Wahid Hasyim adalah menteri agama pada tahun
1949-1952 . Sedangkan Ibunya bernama Hj. Sholehah adalah putri pendiri
Pesantren Denanyar Jombang, K.H. Bisri Syamsuri.Sejak masa kanak-kanak, Gus Dur
mempunyai kegemaran membaca dan rajin memanfaatkan perpustakaan pribadi
ayahnya. Pada usia belasan tahun Gus Dur telah akrab dengan berbagai majalah,
surat kabar, novel dan buku-buku. Di samping membaca, beliau juga hobi bermain
bola, catur dan musik. Masa remaja Gus Dur sebagian besar dihabiskan di
Yogyakarta dan Tegalrejo. Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan
mulai meningkat. Masa berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren
Tambak Beras, sampai kemudian melanjutkan studinya di Mesir.
Masa remaja Gus Dur sebagian besar
dihabiskan di Yogyakarta dan Tegalrejo.
Di dua tempat inilah pengembangan ilmu pengetahuan mulai meningkat. Masa
berikutnya, Gus Dur tinggal di Jombang, di pesantren Tambak Beras, sampai
kemudian melanjutkan studinya di Mesir. Sebelum berangkat ke Mesir, pamannya
telah melamarkan seorang gadis untuknya, yaitu Sinta Nuriyah anak Haji Muh.
Sakur. Perkawinannya dilaksanakan ketika Gus Dur berada di Mesir. Dari
perkawinannya dengan Sinta Nuriyah, mereka dikarunia empat orang anak, yaitu
Alissa Qotrunnada Munawaroh, Zannuba Arifah Chafsoh, Annita Hayatunnufus, dan
nayah Wulandari.
Sepulang dari pengembaraannya mencari
ilmu, Gus Dur kembali ke Jombang dan memilih menjadi guru. Pada tahun 1971,
beliau bergabung di Fakultas Ushuludin Universitas Tebu Ireng Jombang. Tiga
tahun kemudian beliau menjadi sekretaris Pesantren Tebu Ireng, dan pada tahun
yang sama Gus Dur mulai menjadi penulis. Beliau kembali menekuni bakatnya
sebagaii penulis dan kolumnis. Lewat tulisan-tulisan tersebut gagasan pemikiran
Gus Dur mulai mendapat perhatian banyak.
Pada tahun 1974 Gus Dur diminta
pamannya, K.H. Yusuf Hasyim untuk membantu di Pesantren Tebu Ireng Jombang
dengan menjadi sekretaris. Dari sini Gus
Dur mulai sering mendapatkan undangan menjadi nara sumber pada sejumlah forum diskusi keagamaan dan
kepesantrenan, baik di dalam maupun luar negeri. Selanjutnya Gus Dur terlibat
dalam kegiatan LSM. Pertama di LP3ES bersama Dawam Rahardjo, Aswab Mahasin dan
Adi Sasono dalam proyek pengembangan pesantren, kemudian Gus Dur mendirikan P3M
yang dimotori oleh LP3ES.
Pada tahun 1979 Gus Dur pindah ke
Jakarta. Mula-mula beliau merintis Pesantren Ciganjur. Sementara pada awal
tahun 1980 Gus Dur dipercaya sebagai wakil katib syuriah PBNU. Di sini Gus Dur
terlibat dalam diskusi dan perdebatan yang serius mengenai masalah agama,
sosial dan politik dengan berbagai kalangan lintas agama, suku dan disiplin.
Gus Dur semakin serius menulis dan bergelut dengan dunianya, baik di lapangan
kebudayaan, politik, maupun pemikiran keislaman. Karier yang dianggap
`menyimpang`-dalam kapasitasnya sebagai seorang tokoh agamasekaligus pengurus
PBNU-dan mengundang cibiran adalah ketika menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta
(DKJ) pada tahunn 1983. Beliau juga menjadi ketua juri dalam Festival Film
Indonesia (FFI) tahun 1986, 1987.
Pada tahun 1984 Gus Dur dipilih secara
aklamasi oleh sebuah tim ahl hall wa al-`aqdi yang diketuai K.H. As`ad Syamsul
Arifin untuk menduduki jabatan ketua umum PBNU pada muktamar ke-27 di
Situbondo. Jabatan tersebut kembali dikukuhkan pada muktamar ke-28 di pesantren
Krapyak Yogyakarta (1989), dan muktamar di Cipasung Jawa Barat (1994). Jabatan
ketua umum PBNU kemudian dilepas ketika Gus Dur menjabat presiden RI ke-4.
Selama menjadi presiden, tidak sedikit pemikiran Gus Dur kontroversial.
Seringkali pendapatnya berbeda dari pendapat banyak orang.
Gus Dur wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 WIB pada usia 69 tahun. Beliau dimakamkan
secara kenegaraan yang dipimpin langsung oleh Presiden RI di kompleks Pondok
Pesantren Tebuireng pada tanggal 31 Desember 2009. Pondok pesantren tempat Gus
Dur dimakamkan menjadi maskot Kabupaten Jombang sebagai tempat ziarah yang
memiliki daya tarik tak tertandingi. Bahkan orang-orang yang selama ini
berseberangan politik dengan Gus Dur akan cenderung mengagungkan Gus Dur bukan
karena prestasi politiknya melainkan karena berkahnya yang diyakini mampu memberikan
perlindungan dan rasa aman.
Thursday, 12 October 2011
sip mas
BalasHapusthank`s nya mas infonya akhirnya tugas B.Indo saya selesai
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusSama gan. Ane juga:v
Hapusijin copy, mas
BalasHapusTerma kasih dengan ini tugas perkulihan saya selesai
BalasHapusTerima kasih bisa membantu
BalasHapus